Mappacekke’ Wanua, Simbolisasi untuk Pilkada Damai Luwu

Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) serentak di Sulawesi Selatan (Sulsel) sudah memasuki masa kampanye sejak 25 September 2024 sampai 23 November 2024 nanti. Tensi politik di daerah semakin memanas, termasuk di Kabupaten Luwu Sulsel. “Mappacekke’ Wanua” adalah tradisi sarat nilai budaya dari Masyarakat Arung Senga Luwu sebagai simbolisasi harapan untuk Pilkada Damai di Daerah ini.

Luwu – maupa.id – Gendang tradisional berdentang, berirama, bertalu-talu memecah kebisingan jalan Poros Belopa ke Kota Makassar. Dari pendopo “Sao Lebbi’E”Arung Senga, seorang gadis berpakaian adat Luwu lengkap ditandu beberapa pemuda yang juga berpakaian adat. Gadis ini adalah gadis yang belum baligh. Ia merepresentasikan kesucian dan kemurnian jiwa masyarakat Arung Senga yang berada di Belopa, Ibu Kota Kabupaten Luwu saat ini.

Arung Senga adalah salah satu wilayah adat yang memiliki keistimewaan dalam wilayah Kedatuan Luwu hingga saat ini. Arung Senga dipimpin seorang pemangku adat tertinggi di wilayah ini yang bergelar Opu Senga. Opu Senga haruslah seorang perempuan yang juga memiliki kekerabatan dengan Datu Luwu. Salah seorang kerabat Opu Senga, Andi Baso Yasma Opu Niang dan Patunru Dewan Adat Kedatuan Luwu Andi Saddakati Arsyad Opu Dg. Padali menjelaskan eksistensi Arung Senga kepada maupa.id beberapa waktu lalu.

Suasana dalam pendopo Istana Sao Lebbi'E Arung Senga. Dok: maupa.id
Suasana dalam pendopo Istana Sao Lebbi’E Arung Senga. Dok: maupa.id

Para pemangku adat dan perwakilan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu turut mengantar “Gadis Suci” menuju ke sebuah sumur yang dulu disakralkan masyarakat Arung Senga. Sumur yang disucikan ini bernama Bungung Parani. Para pemangku adat mengambil air dari Bungung Parani untuk dimasukkan ke dalam sebuah guci. Prosesi pengambilan air suci dipimpin seorang Sanro Istana. Sanro adalah orang pintar yang dianggap suci dalam tradisi masyarakat Arung Senga. Proses ini disebut mallekke’ wae.

Menurut Patunru Dewan Adat Kedatuan Luwu Andi Saddakati Arsyad Opu Dg. Padali, ada tiga rangkaian prosesi dalam tradisi mappacekke’ wanua. Pertama adalah mallekke’ wae, yaitu mengambil air suci dari Bungung Parani. Kedua, maddoja roja, yaitu prosesi menjaga air suci semalam suntuk yang telah diambil oleh gadis suci bersama para pemangku adat. Maddoja roja dilakukan di dalam Istana Sao Lebbi’E. Ketiga, adalah prosesi mangeppi’. Prosesi ini dilakukan keesokan harinya.

Lihat Juga:  Mahasiswa KKN UIN Palopo Kagumi Budaya dan Kerajinan Desa Bone Lemo
Drs. Andi Saddakati Arsyad Opu Dg. Padali, Patunru Dewan Adat Kedatuan Luwu. Dok: maupa.id
Drs. Andi Saddakati Arsyad Opu Dg. Padali, Patunru Dewan Adat Kedatuan Luwu. Dok: maupa.id

Andi Saddakati menjelaskan, mangeppií’ adalah prosesi memercikkan air suci yang telah diendapkan dan dijaga kesuciannya di tempat-tempat yang dinilai “panas” untuk didinginkan. Tempat-tempat yang dianggap panas ini adalah tempat-tempat yang dinilai berpotensi terjadi kekacauan karena Pilkada, misalnya. Atau, jelas Opu Sadda’ (sapaan Andi Saddakati, red), tempat-tempat yang dinilai dapat mengganggu ketentraman masyarakat Arung Senga. Semua tempat-tempat tersebut didinginkan dengan air suci agar keutuhan dan kerukunan masyarakat Arung Senga dapat terjaga.

“Mappacekke’ Wanua ini adalah tradisi yang dilakukan setiap tahun. Tradisi ini dimaksudkan untuk mendinginkan suasana dan merekatkan hubungan keluarga yang retak, misalnya,” jelas Pantunru Kedatuan Luwu Andi Saddakati Arsyad Dg. Padali yang juga suami dari Opu Senga ini.

Semoga Pilkada di Kabupaten Luwu berlangsung damai dan berkualitas untuk melahirkan pemimpin Luwu yang berintegritas, berpihak kepada kepentingan masyarakat Luwu dan bertanggung jawab. Semoga. Simak video lengkapnya di YouTube: Maupadoc.

Penulis: Syamsuddin Simmau

Editor: Muhammad Fauzy Ramadhan

Video: Imran Herman

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU

BERITA POPULER