Seabad Pram 1925-2025: Belajar dari Karya-Karya Pramoedya Ananta Toer Untuk Kota Parepare

Karya-karya Pramoedya Ananta Toer tetap relevan hingga sekarang. Spiritnya adalah bahan bakar untuk pemuda yang mendambakan perubahan. Pemuda Kota Parepare harus membaca karya Pramoedya Ananta Toer untuk mendapatkan bahan bakar itu.

Parepare  – Maupa.id – Klub Baca Sampan mengadakan diskusi Seabad Pramoedya Ananta Toer 1925-2025 pada Jumat 14 Februari 2025. Diskusi tersebut dilaksanakan di Cafe Setangkai Bunga Makka’ (SBM) yang terletak di jalan H.Abu Bakar. Diskusi tersebut berlangsung dari pukul 20:30 -23:30 WITA. Pembicara dalam diskusi tersebut adalah Dr. Sunardi  Purwanda (Wakil Rektor 1 Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada) dan Ilham Mustamin (Direktur Sampan Institute).

Tema utama pada diskusi tersebut adalah Pentingnya pengetahuan, Identifikasi Identitas, menorehkan jejak dengan menulis dan pengarsipan di Kota Parepare. Tema tersebut adalah merupakan hasil saduran dari karya-karya Pram, utamanya Tetralogi Pulau Buru. Hasil saduran atas karya Pram tersebut diarahkan oleh pembicara untuk dikontekskan pada Kota Parepare

Menurut Ilham Mustamin ketakjuban Minke (tokoh utama dalam Tetralogi Pulau Buru) pada pengetahuan dapat dijadikan inspirasi pemuda Kota Parepare untuk mencintai pengetahuan. ” Pada Novel bumi manusia, kita dapat melihat bahwa Pram sangat takjub dengan pengetahuan modern. Hal itu dapat kita lihat dari tokoh Minke. Bukan hanya di (Novel) Bumi Manusia, di (Novel) Arok Dedes juga kita dapat melihat itu” ucap Direktur Sampan tersebut.

Setelah kecintaan terhadap pengetahuan, pengetahuan tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam mengidentifikasi identitas. Ilham Mustamin menilai mendefinisikan identitas Kota Parepare sangat penting. Menurutnya selama ini kita dicekoki branding-an atau slogan-slogan kota yang tidak memiliki narasi dibaliknya. Ia mengambil contoh slogan “Parepare Kota Cinta” yang tidak memiliki narasi atau dasar yang jelas.”Memangnya (kisah) cinta apa Habibi dan Ainun di Kota Parepare, kebanyakan pasti jawabannya (slogan) itu kepentingan ekonomi-politik” kritik pemuda yang akrab disapa Ilo itu.

Lihat Juga:  Pemanfaatan Ampas Kopi Menjadi Briket
Suasana diskusi klub baca sampan tentang seabad Pramoedya Ananta Toer. Dok: Ilham Alfais
Suasana diskusi klub baca sampan tentang seabad Pramoedya Ananta Toer. Dok: Ilham Alfais

Membangun narasi tentang identitas Kota Parepare dapat dilakukan dengan menulis. Menulis sebagai jejak adalah sub tema selanjutnya yang disadur dari karya Pram. Menurut Ilham Mustamin, selaku pembicara utama pada diskusi tersebut, Novel Jejak Langkah mengajarkan kita bahwa menulis adalah bagian dari sejarah. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa dengan menulis kita menorehkan jejak pada sejarah. Ia mengajak untuk peserta menulis tentang Kota Parepare yang berdasar pada nalar kritis dan pengetahuan.  Hal itu penting agar tidak ada lagi kebingungan narasi seperti yang terjadi di Kota Parepare saat ini.

Penerbit Sampan Institute telah beberapa kali menorehkan jejak langkah di Kota Parepare.  Jejak langkah itu dapat dibaca pada buku-buku terbitan Sampan Institute. Buku-buku tersebut diantaranya, Memori Bunyi, Pergi Bertanya Pulang Bercerita dan Siasati Menikmati Kesemenjanaan.

Sub tema selanjutnya adalah pengarsipan yang merupakan hasil saduran dari karya Pram berjudul Rumah Kaca. Menurut Ilham Mustamin pengarsipan di Kota Parepare tidak atau belum baik. Hal itu dibuktikan dengan sejarah Parepare yang masih belum jelas. Narasi-narasi sejarah yang ada tidak memiliki fakta sejarah sehingga narasi tersebut terkesan tidak jelas dan hanya seperti cerita dongeng, misalnya tentang migrasi yang seolah mendiskreditkan suatu kelompok, padahal Parepare dibangun secara plural. Menurutnya pengarsipan juga sama pentingnya dengan sub tema sebelumnya.

Diskusi tersebut mengajak pesertanya untuk membaca karya-karya Pramoedya Ananta Toer dan mengkontekskannya di Kota Parepare. Termasuk mengadopsi spirit perlawanannya pada ketidak-adilan. Seperti yang dituliskan Pram pada novel Bumi Manusia “Bertindaklah adil sejak dalam pikiran”.

Penulis: Ilham Alfais

Editor: Muhammad Fauzy

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU

BERITA POPULER