Tanah Kaki Latimojong

Wilayah Kecamatan Latimojong Kabupaten Luwu Rawan Bencana. Pernyataan ini berdasar pada Laporan Penyelidikan Gerakan Tanah Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan yang dipublikasikan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Juli 2024 (Diakses dari vsi.esdm.go.id, 29 Juli 2024)

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Luwu (BPBD) meminta kajian bencana gerakan tanah kepada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berdasarkan surat nomor: 360/191/BPBD/V/2024. Hasil kajian menunjukkan bahwa berdasarkan kajian morfologi tanah di sekitar Kecamatan Latimojong masuk dalam klasifikasi lereng perbukitan curam hingga sangat curam.

Dari aspek geologi, tanah di Kecamatan Latimojong, khususnya daerah yang mengalami longsor adalah tanah batupasir sehingga mudah mengalami patahan. Sedangkan tipologi gerakan tanah adalah longsor, rekahan dan rock fall. Demikian pula dengan daya tampung air, tanah di daerah ini bersifat rentan.

Menurut laporan ini, tataguna lahan juga penting menjadi perhatian karena lokasi terjadinya longsor umumnya terletak pada lahan yang diubah menjadi lahan produktif dan kebun campuran.

Berdasarkan kajian di atas, saya dan tim melakukan pengecekan fakta lapangan pada Sabtu, 20 Juli 2024. Kami telah membuat janji dengan Kepala Desa Tolaju bahwa kami akan berangkat pukul 14.00 dari Belopa ke Tolaju. Namun kami memutuskan untuk berangkat lebih awal karena kami belum memahami medan.

Kami berangkat sekitar pukul 12.30 Wita dari Belopa menuju ke Desa Tolaju Kecamatan Latimojong. Perjalanan dengan sepeda motor “grandong”, sepeda motor renovasi menjadi moda transportasi pertanian menyerupai motor trail ini mulai terseok ketika memasuki wilayah Desa Kadundung setelah melewati Desa Saronda dengan mulus.

Lihat Juga:  Keren, KLHK dan IHI Tanam 200 Pohon Kayu Hitam Bersama Generasi Muda
Syamsuddin Simmau si Pejalan Tua, bersama si grandong melaju ke Desa Tolaju melewati jalan yang telah dibuka dari timbunan longsor
Syamsuddin Simmau si Pejalan Tua, bersama si grandong melaju ke Desa Tolaju melewati jalan yang telah dibuka dari timbunan longsor

Benar. Kami melihat langsung beberapa titik bekas longsor mulai dari Desa Kadundung sampai Desa Rante Balla. Karena mesin si grandong mulai terseok, saya berhenti untuk membasuh wajah dengan air mancur mini yang meluncur langsung dari atas bukit.

“Tanah ini lembab dan berair,” gumamku. Fotografer dan videographer saya yang mengendarai motor trail pinjaman kembali arah menemui saya karena mereka menyadari saya tertinggal jauh di belakang. Kami pun rehat sekitar 10 menit sembari menikmati beningnya air pegunungan. Tampak di bawah kami, jurang curam dan dalam, bagian Sungai Suso atau Sungai Kadundung (karena termasuk wilayah Desa Kadundung) tampak meliuk di bawah sana. Tetiba saja, imajinasi saya tentang naga versi Tionghoa muncul. Cling! begitu kira-kira. Wah, sungai di bawah sana bagai seekor naga raksasa yang sedang berdiam.

Perjalanan kami lanjutkan. Tidak lama berselang, saya sudah menemukan lereng-lereng gunung ditanami aneka tanaman kebun seperti cengkih dan jagung. Benarlah laporan Badan Geologi EDSM. Bekas longsor yang telah disingkirkan masih berjejak. Bahkan, masih ada lereng gunung tampak baru longsor.

Ketika tiba di jembatan pembelokan ke arah kanan menuju Desa To’barru, grandong oleng. Bebatuan jalan menyilang roda belakangnya. Ah, saya nyaris terjatuh. Tim saya segera berhenti. Kami memeriksa fisik si grandong. Saya matikan mesin lalu mestarter lagi. Grandong meraung. Ok, dia memang perkasa.

Akhirnya kami tiba di Desa Rante Balla Kecamatan Latimojong. Kami telah menempuh jarak sekira 44,4 km. Saat itu, pukul 15.30 Wita. Kami memutuskan untuk menemui Kepala Desa Rante Balla, Ibu Etty Polobuntu di rumahnya. Atas petunjuk warga setempat kami memasuki pekarangan rumah yang luas. Namun, sayang, Ibu Desa Rante Balla tidak berada di tempat.

Lihat Juga:  Keren, MDA Suport Bank Sampah Wanua Paccing 

Sementara itu, di depan Kantor Desa Rante Balla, saya memandang ke arah gunung karena Desa Tolaju yang menjadi tujuan kami masih jauh. Di atas sana, langit mendung. Kami akhirnya memutuskan untuk balik arah ke Belopa. Kami berusahan menghubungi Bapak Kepala Desa Tolaju tapi signal handphone off. Saya merasa sangat bersalah karena harus balik arah sebelum sampai Tolaju. Keselamatan tim saya lebih penting saat itu. Yah, kami balik ke Belopa sekira pukul 16.15 Wita. Kami berpacu dengan senja diselimuti awan di atas Latimojong. Kami meluncur di atas tanah kaki Latimojong yang pasir berbatu, curam, berair dan rawan longsor.

Penulis: Syamsuddin Simmau

Editor: Muhammad Fauzy Ramadhan

Fotografer: Adiyanto K. Imran Herman

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU

BERITA POPULER