Ketahanan pangan adalah salah satu pondasi utama setiap negara, namun peralihan lahan, urbanisasi dan sistem pertanian monokultur seiring zaman memperlemah sektor pertanian. Sistem pertanian “Agroforestri” diyakini dapat menjadi solusi dari semua permasalahan di sektor pertanian
– Maupa.id – Pertanian sistem monokultur telah mengubah arah praktik pertanian yang seharusnya berkelanjutan menjadi merusak ekologi, dan mendesak populasi pindah teritorial. Misalnya saja dalam laman Mongabay.co.id yang meliput petani jambi dan Bengkulu yang harus pindah karena imbas dari praktik monokultur sawit yang mengancam petani palawija dan padi. Invasi hama babi dari sawit dapat merusak lahan sawah yang telah ditanami petani.
Menurut kajian Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Timor berjudul Implementasi Pola Tanaman Monokultur Di Desa Oenenu Induk, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kelompok Tani “Mekar Sari disebutkan bahwa kelemahan Monokultur ialah ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit sangat rendah, pemupukan kimia secara terus menerus pada praktik monokultur juga akan merusak keseimbangan tanah. Lantas dari beberapa malapetaka yang ditimbulkan dari praktik pertanian monokultur, apakah ada solusi praktik pertanian yang lebih layak diterapkan oleh petani Indonesia? Jawabannya adalah praktik “Agroforestri”.
Urbanisasi yang meningkat, berubahnya pola konsumsi, iklim yang tak menentu dan persaingan dari sektor lain pelan-pelan melemahkan sektor pertanian. Ketahanan pangan merupakan tantangan bagi setiap negara. Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap ketahanan pangan suatu negara yaitu keterbatasan lahan akibat peralihan lahan. Setiap negara mempunyai inovasinya tersendiri dalam menjaga ketahanan pangannya. Di peru misalnya pada liputan DW Indonesia, warga di sana menerapkan prinsip agroforestri yang bahkan mampu mengubah gurun menjadi kebun jeruk mandarin dengan bantuan hewan ternak yaitu ayam dan juga memanfaatkan biochar (hasil pembakaran bahan organik).
Agroforestri merupakan sistem buatan dan merupakan aplikasi praktis dari interaksi manusia dengan sumber daya alam sekitarnya (Achmad, dalam Triwanto J, 2024). Agroforestri pada prinsipnya dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan lahan dan pengembangan pedesaan serta memanfaatkan potensi-potensi dan peluang-peluang yang ada untuk kesejahteraan manusia dengan dukungan sumberdaya beserta lingkungannya (Yamani,2010)
Seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan begitu pesat dikembangkan. Agroforestri bahkan mulai diterapkan di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan. Memang dengan manajemen yang tepat dan pemanfaatan sumberdaya sekitar akan mampu meningkatkan hasil panen yang beragam dan akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani. Indonesia memiliki tanah yang sangat subur serta potensi sumberdaya alam yang melimpah, ini merupakan keuntungan terbesar bagi petani Indonesia, apalagi dengan menerapkan sistem agroforestri.
Menurut FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia), agroforestri memiliki beberapa menfaat ekonomi bagi petani. Sistem ini memiliki tujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas sistem pertanian, mengurangi input pertanian yang dapat mengurangi ongkos produksi dan mendiversifikasi produksi dengan manafaatkan sumber daya sekitar guna menghasilkan misalnya pakan ternak, kayu dan tanaman pangan. Agroforestri juga dapat membuat peluang yang dapat dimanfaatkan bagi usaha berbasis hutan berskala kecil. Sistem ini akan mengurangi kemiskinan di pedesaan serta menjaga ketahanan pangan di pedesaan dengan meningkatnya diversifikasi pangan serta mengurangi dampak kegagalan panen.
Selain memiliki manfaat ekonomi, praktik agroforestri juga dapat menjaga ikatan sosial antar sesama masyarakat dengan saling membantu dalam hal manajemen lahan. Interaksi akan intens terjadi, sebab agroforestri sebenarnya membutuhkan kejelian yang tinggi oleh setiap pengelolanya.

Menurut FAO, ada beberapa langkah yang harus ditempuh untuk menjalankan praktis agroforestri. Pertama, pemilihan bibit pohon. Tentunya bibit tanaman merupakan salah satu pondasi utama pada sistem ini. Petani dapat memanfaatkan bibit lokal yang tersedia ataupun dari pasar. Kenapa dianjurkan untuk memilih bibit pohon lokal? Sebab bibit pohon lokal pastinya memiliki adaptasi yang cepat dengan lingkungannya, berbeda dengan bibit dari luar yang belum tentu dapat beradaptasi dengan faktor lingkungan lokal.
Kedua, benih tanaman pangan. Benih harus dipilih dan diseleksi agar dapat menghasilkan tanaman yang produktif. Biasanya, petani yang berpengalaman memiliki naluri yang tajam terkait penyortiran benih, dengan begitu petani akan menghemat biaya pembelian benih.
Ketiga, penggunaan hewan ternak. Petani dapat membeli bibit hewan ternak di pasar. Pemilihan hewan ternak juga harus diperhatikan, sebaiknya memilih dengan betul-betul bibit hewan ternak yang unggul, bebas dari penyakit dan tidak cacat. Sebab hewan ternak yang sehat akan menghasilkan produk turunan yang berkualitas pula, serta dapat dimanfaatkan fesesnya untuk pupuk bagi tanaman. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa feses hewan ternak dapat menyuburkan tanaman karena mengandung unsur hara yang tinggi.
Penulis: Muhammad Fauzy Ramadhan
Foto Ilustrasi: Unsplash.com