Kappala Luttu: Merawat Ingatan Habibie Kecil

Buku kappala luttu : Habibie Der Junge Von Bugis kembali dicetak setelah sebelumnya pada cetakan pertama di awal 2024 buku ini telah habis. Buku yang menceritakan kehidupan seorang anak bernama Habibie ini rencananya akan terbit kembali di bulan Maret 2025.

Parepare, – Maupa.id – Habibie sejatinya tidak mati di kota ini, ia bersemayam di hati dan fikiran masyarakat Parepare. Rasanya kalimat tadi begitu mewakili narasi yang coba disampaikan dalam buku Kappala Luttu: Habibie Der Junge Von Bugis. Buku ini ditulis oleh Ibrah La Iman, seorang penggiat perbukuan yang memiliki ketertarikan pada seorang Habibie. Diterbitkan oleh Penerbit Sampan yang cukup banyak menerbitkan karya penulis Parepare.

Kappala luttu sebagaimana judulnya yang berarti pesawat terbang dalam bahasa bugis bercerita tentang seorang anak yang lahir dan bertumbuh di daerah yang berada di Teluk Parepare. Habibie atau yang akrab dipanggil Udding memiliki ketertarikan pada pesawat terbang, Udding punya mimpi membuat pesawat. Impian yang tak banyak terfikirkan untuk anak sebayanya. Karena itu, sejak kecil Udding punya kepribadian yang sedikit berbeda dari temannya, khususnya ketertarikannya pada buku dan rasa keingintahuannya yang besar.

Buku Kappala Luttu sebelumnya telah terbit di awal 2024. Peluncuran buku ini digelar di perpustakaan umum Kota Parepare pada 6 Maret 2024 lalu, dihadiri oleh seratusan masyarakat dari berbagai komunitas. Tak berjalan lama buku ini habis di bulan keduanya. Buku ini juga banyak terjual di Toko Buku Interaksi Parepare selaku pihak distributor buku Kappala Luttu dan buku terbitan Sampan lainnya.

Beberapa bulan kemudian di Februari 2025, penulis kemudian mencetak kembali buku ini yang disandingkan dengan merchandise kaos. Ibrah La Iman merasa bulan ini adalah waktu yang tepat untuk menerbitkan kembali Kappala Luttu, sebab bulan Februari adalah bulan kelahiran Kota Parepare. Ini sebagai bagian dari menyemarakkan hari jadi Kota Parepare yang ke 65.

Ibrah La Iman, penulis buku Kappala Luttu. Dok: Azwar Radhif
Ibrah La Iman, penulis buku Kappala Luttu.

Lantas, apa yang menjadi daya tarik dari buku Kappala Luttu? Selama ini telah banyak buku yang membahas tentang Habibie, tak terkecuali yang ditulis oleh Penulis Parepare, Andi Makmur Makka. Namun sangat sedikit yang mengulas Habibie dari masa kecilnya, proses tumbuhnya yang melahirkan beliau seperti di usia dewasanya. Sepertinya hanya terdapat di buku “Habibie kecil tapi otak semua” yang ditulis Andi Makmur Makka yang beberapa tulisannya membahas Habibie kecil dan buku “Rudy” karya Gina S.Noer yang membahas Habibie ketika proses pindahnya ke Pulau Jawa.

Lihat Juga:  Event Semarak Literasi Dinas Perpustakaan Enrekang Edukasi Membaca Nyaring

Kappala Luttu mencoba mengimbagi kedua buku di atas dengan menceritakan secara sederhana dan imajinatif sosok Habibie, anak dari Kampung Labukkang Parepare yang masa kecilnya tidak jauh berbeda dengan anak seusianya. Hanya saja ketertarikan Udding pada buku menjadikannya berbeda, tentu ini tak lepas dari peran dan kondisi ekonomi keluarganya yang membuat Udding memiliki akses terhadap buku. Menurut Ibra, sejak kecil Udding telah membaca beberapa buku ilmuwan sains, termasuk buku-buku Leonardo Da Vinci.

Buku Kappala Luttu ingin menceritakan kepada pembaca bahwa betapa masa kanak-kanak seseorang akan sangat berdampak di usia dewasanya. Seperti Habibie yang memiliki dukungan orang terdekat, khususnya Guru Agamanya yang nasehatnya banyak mempengaruhi Udding, tentu peran orang tua Udding, serta teman dekatnya La Sade’ yang begitu mendukungnya di setiap idenya.

Narasi sejarah juga banyak diangkat di buku ini. Ibrah dengan begitu dramatis-imajinatif menceritakan beberapa peristiwa sejarah yang terjadi di sekitar Ajattapareng, seperti masa-masa kolonialisme Belanda, masuknya Jepang, dan Penembakan Westerling. Ibrah juga mencoba memperkuat ingatan pembaca tentang kebudayaan bugis melalui peristiwa, permainan, istilah bugis dan dialek yang digunakan tokoh dalam berkomunikasi.

Melalui buku ini, nampaknya penulis mencoba melakukan re-branding terhadap sosok Habibie yang selama ini selalu di jadikan politisasi elit di kota ini dengan mengkultuskan narasi kisah cinta beliau. Padahal Habibie yang lahir dan bertumbuh di kota ini adalah seorang intelek yang punya pengaruh bagi negaranya terkasih, Indonesia. Bahkan penemuannya di dunia penerbangan masih di pakai hingga hari ini. Lagipula kisah cinta Habibie tidak berlangsung di Parepare. Maka dari itu, naif sekali rasanya menggunakan jargon “Kota Cinta” di kota yang pemeran utamanya tidak jatuh cinta di sana.

Lihat Juga:  Pelabuhan Sebagai Identitas Kota Parepare

Penulis: Azwar Radhif

Editor: Muhammad Fauzy Ramadhan

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU

BERITA POPULER