Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Kordinator Wilayah V Provinsi Sulawesi Selatan (PPDI Wilayah V Sulsel) menggelar Workshop Perumusan Rencana Aksi Bersama dan Pelibatan Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim di Kabupaten Luwu di Warkop WTL Belopa, Kamis (21/11/2024)
Luwu – maupa.id – Koordinator PPDI Sulsel Wilayah V Luwu Raya, Basri Andang, dalam workshop Perumusan Rencana Aksi Bersama dan Pelibatan Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim mengemukakan mengalami diskriminasi pada bencana tanah longsor dan banjir di Kabupaten Luwu Mei 2024 lalu.
Buktinya, jelas Basri, PPDI tidak menemukan adanya data penyandang disabilitas yang menjadi korban bencana di Posko Induk Penanggulangan Bencana ketika itu.
“Artinya, penyandang disabilitas belum diperhatikan di Luwu. Termasuk ketika terjadi bencana. Tindakan ini adalah bentuk diskriminasi yang menyalahi prinsip pelayanan inklusif, “jelas Basri.
Fakta lain yang mengejutkan, urai Basri yang juga mantan wartawan ini, PPDI Wilayah Korwil V Sulsel bersama PPDI Kabupaten Luwu telah melakukan pemetaaan di Desa Cakke Awo Kecamatan Suli dan Kurrusumanga Kecamatan Belopa. Hasil penelusuran dan pemetaan menunjukkan, ternyata ditemukan sedikitnya 17 orang penyandang disabilitas dan semuanya terdampak bencana banjir kala itu.
“Bahkan, ada disabilitas lumpu layu, yang baru dievakuasi pada hari keempat pasca banjir. Ini miris,” tegas Basri.
Di tempat yang sama, Ketua PPDI Sulsel Fhalupy Mahmud, yang tampil sebagai pemantik workshop, menegaskan pentingnya memiliki perspektif disabilitas dalam penanggulangan kebencanaan. Data sementara penyandang disabilititas yang ditemukan di daerah ini mungkin dipandang sedikit sehingga diabaikan. Padahal, setiap orang berpotensi menjadi penyandang disabilitas.

“Setiap orang berpotensi menjadi penyandang disabilitas. Bisa karena kecelakaan, karena usia, penyakit atau faktor lainnya yang menyebabkan seseorang menjadi penyandang disabilitas. Karena itu, penting setiap orang, khususnya pengambil kebijakan untuk memiliki perspektif disabilitas dalam penanggulangan bencana,” urai Fhalupy.
Pemantik workshop lainnya, Dr. Abdul Rahman Nur, M.H menekankan pentingnya regulasi yang berpihak pada disabilitas. Karena itu, Pemerintah Daerah penting merumuskan regulasi yang inklusif berdasarkan amanah undang-undang.
“Secara khusus, sangat penting adanya Peraturan Daerah, bahkan sampai Peraturan Desa tentang pelibatan penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana. Penyandang disabilitas memiliki kemampuan untuk berpartisipasi jika dibukakan akses dan diberikan penguatan kapasistas tentang kebencanaan,” tegas Rahman Nur yang juga akademisi Universitas Andi Jemma (Unanda) ini.
Sementara itu, pemantik workshop yang lain, Basri Petta Jendral dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Luwu dan Ida Safitri dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Luwu mengatakan siap mendukung dan bekerja sama dengan semua pihak, khususnya PPDI untuk melibatkan penyandang disabilitas dalam penanggulan bencana.
Di tempat yang sama, Ketua Forum Alumni HMI Wati (Forhati) Luwu, Andi Sri Rahayu, yang juga tampil sebagai pemantik workshop ini menekankan pentingnya pelibatan dan pemberdayaan penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana di Luwu. Penyandang semestinya penyandang disabilitas dipandang sebagai orang yang memiliki kemampuan bukan sebagai orang berpotensi menjadi korban. Sehingga, penyandang disabilitas dapat berperan dalam penanggulangan bencana.
Hadir sebagai peserta; perwakilan disabilitas dari Desa Cakke Awo, Desa Kurrusumanga, Forhati Luwu, BPBD Luwu, DLH Luwu, Dinas Infokom, media dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS).
Workhsop ini berlangsung dari pagi hingga sore. Pada pagi hari, sesi pemaparan hasil pemetaan disabilitas dan pemaparan dari pemantik workshop. Kemudian, sesi sore dilakukan penyusunan rencana aksi.
Penulis: Syamsuddin Simmau
Editor Muhammad Fauzy Ramadhan
Foto/video: Tim maupa.id