Parepare, – Maupa.id – Senin, 24 Februari 2025 sejumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bersama dengan beberapa organisasi masyarakat melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Dinas perindustrian dan perdagangan Kota Parepare. Massa aksi menjadikan halaman kantor Dinas Sosial Kota Parepare sebagai titik kumpul, lalu kemudian berjalan berbondong-bondong ke depan kantor Dinas perindustrian dan perdagangan Kota Parepare tepat pada pukul 10.00 WITA. Seraya berjalan ke titik aksi, mereka tak lupa membentangkan spanduk-spanduk berisi tuntutan dan keresahan mereka. Di antara spanduk-spanduk tersebut ada yang bertuliskan “Jangan Jadikan UMKM Parepare (sebagai) sapi perah” dan “Parepare gelap, Pare Beach Kuliner didiskriminasi”.
Tulisan – tulisan tersebut di atas merupakan poin utama tuntutan yang ingin disampaikan massa aksi kepada Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Parepare. Berdasarkan data yang kami himpun, aksi tersebut dilatar belakangi oleh aturan pungutan retribusi yang diberlakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Parepare yang massa aksi anggap ‘mendiskriminasi’ pelaku UMKM di Pare Beach Kuliner. Eskalasi ini bermula sejak bulan April 2024 namun peraturan tentang biaya retribusi yang mengikat pelaku UMKM Pare Beach Kuliner sendiri ditetapkan pada bulan September. Tepatnya pada SK Walikota No. 700 Tahun 2024. Dalam peraturan ini menetapkan bahwa pelaku UMKM di Pare Beach Kuliner harus membayar biaya retribusi kios sebanyak Rp. 1.074.000 (Satu Juta Tujuh Puluh Empat Ribu Rupiah)/ bulan.
Surat Keputusan (SK) tersebut di atas massa aksi anggap tidak dapat diberlakukan karena terdapat kesalahan di dalamnya. Surat tersebut ditetapkan pada tanggal 13 September 2024 yang ditanda tangani oleh Pelaksana Jabatan (PJ) Walikota sebelumnya, Akbar Ali. Sedangkan pada tanggal 9 September 2024, Akbar Ali telah digantikan oleh Abdul Hayat Gani sebagai PJ Walikota sesuai dengan SK Mendagri No 100.2.1.3-3700 Tahun 2024. Berdasarkan hal tersebut maka SK Walikota No 700 Tahun 2024 dipertanyakan legalitasnya.
Selain tentang legalitas SK tersebut, pelaku UMKM juga mengeluhkan tingginya tarif retribusi yang ditetapkan. Ketua DPK Apindo Kota Parepare, Syaharuddin yang juga tergabung dalam aksi demonstrasi tersebut, menilai tarif yang ditetapkan tersebut tidak transparan. “Menurut saya, para penentu kebijakan Kota Parepare seharusnya melakukan transparansi dan akuntabilitas. Minimal ada Perda-nya, ada Perwali-nya dan melibatkan DPRD secara kolektif”. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa nilai apprasial yang ditetapkan pada SK Walikota No 700 Tahun 2024 sangat tinggi dan cenderung diskriminatif. Beberapa pelaku UMKM yang ada di Pare Beach Kuliner membayar retribusi tersebut karena berada dalam tekanan secara psikologis. “Ada sebagian yang membayar karena mereka dalam kondisi tertekan, psikologisnya terganggu, ketakutan karena itu kan pekerjaan mereka”, ujarnya.

Apprasial sendiri merupakan proses penilaian suatu aset, properti atau usaha yang dinilai oleh pihak berwenang dan kompeten. Hasil dari apprasial tersebut, dalam konteks ini, yang menjadi dasar penentuan tarif retribusi. Proses tersebut dinilai tidak transparan dan tidak akuntabel. Selain itu, penentuan tarif retribusi tidak melibatkan pelaku UMKM sehingga pihak Pemerintah Daerah tidak memiliki data keuntungan penjualan pelaku UMKM di tempat tersebut.
Status kepemilikan dari Pare Beach Kuliner juga masih simpang siur. Sehingga, Pare Beach Kuliner tidak termasuk dalam objek hukum SK Walikota No. 700 Tahun 2024. Kegiatan pungutan retribusi pada pelaku UMKM Pare Beach Kuliner dinilai ilegal oleh massa aksi. Segala tindakan pemungutan tarif retribusi yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Pihak DPK Apindo Kota Parepare berharap bahwa Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Parepare merujuk pada Peraturan Daerah No 12 Tahun 2023 yang menetapkan biaya retribusi sebesar Rp. 189.000 (Seratus Delapan Puluh Sembilan Ribu Rupiah)/bulan untuk jasa usaha. Angka tersebut disamakan dengan 5 pasar yang ada di Kota Parepare. Tarif tersebut dinilai lebih proporsional.
Namun, hasil audiensi yang dilakukan setelah orasi menemui jalan buntu. Tidak ada hasil yang disepakati oleh pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Parepare dengan massa aksi. Jalan buntu tersebut menambah daftar panjang upaya mediasi kedua belah pihak yang telah berlangsung sepanjang April 2024 – Sekarang. Hal itu juga menandakan bahwa eskalasi konflik antara kedua belah pihak akan terus bergulir.
Penulis: Ilham Alfais
Editor:Muhammad Fauzy Ramadhan