Mamuju Tengah, Maupa.id – Masyarakat Desa Babana, Kecamatan Budong-Budong, Kabupaten Mamuju Tengah kembali menggelar Festival Muara Sungai (FMS) Budong-Budong. Festival ini telah terlaksana untuk kedua kalinya, sebagai bentuk syukur atas panen raya ikan seribu (penja) dan sebagai ajang konsolidasi menolak rencana tambang pasir di wilayah muara sungai mereka.
Setelah sukses pada penyelenggaraan pertama di Patulana, kali ini FMS Budong-Budong digelar di Dusun Mess, Desa Babana, tepat setelah Hari Raya Idul Adha 1446 H. Festival terbagi dalam dua sesi, yakni siang dan malam dengan berbagai kegiatan seni dan sosial.
Ketua BPD Babana, Ismail, menjelaskan bahwa festival ini merupakan wujud rasa syukur masyarakat atas hasil laut yang melimpah. “Kegiatan ini bagian dari syukuran warga setelah panen ikan seribu. Ini tradisi dan kebanggaan kami,” ujarnya.
Acara ini juga dihadiri oleh dua anggota DPRD Mamuju Tengah, yakni Ilham Yunus (Fraksi Golkar) dan Suryanto DB (Fraksi NasDem). Dalam sambutannya, Ilham mendorong agar festival ini terus dikembangkan dan diusulkan sebagai agenda tahunan.
“Saya akan terus mendukung kegiatan Festival Muara ini. Kegiatan seperti ini sangat baik karena menjadi ruang silaturahmi sekaligus memperkuat budaya lokal,” kata Ilham.

Lebih dari sekadar perayaan, FMS Budong-Budong juga menjadi panggung pernyataan sikap masyarakat atas isu lingkungan. Warga secara tegas menolak kehadiran tambang pasir milik PT Yakusa Tolelo Nusantara yang direncanakan akan beroperasi di wilayah muara sungai. Kehadiran perusahaan dikhawatirkan bisa merusak ekosistem sungai dan merampas penghidupan warga pesisir.
Hal ini disampaikan secara tegas oleh Aco Muliadi, seorang pemuda setempat. Aco menegaskan bahwa warga tidak anti terhadap pembangunan, tetapi menolak segala bentuk investasi yang mengancam ruang hidup dan ekosistem.
“Kami tidak anti pembangunan. Tapi kami tidak akan pernah merelakan ruang hidup kami dihancurkan atas nama investasi dan regulasi,” tegasnya.

Kegiatan diisi dengan pertunjukan silat, tarian tradisional, musikalisasi puisi, dialog lingkungan hidup, dan deklarasi penolakan tambang. Di malam harinya, kegiatan ditutup dengan pemutaran film dokumenter dan makan bersama seluruh warga dan tamu.
Festival Muara Sungai Budong-Budong menjadi contoh perayaan budaya yang berpadu dengan kesadaran ekologis. Lebih dari sekadar acara hiburan, kegiatan ini memperlihatkan kuatnya hubungan antara masyarakat dan sungai yang telah berlangsung turun-temurun dari beberapa generasi.
Penulis: Azwar Radhif
Editor: Muhammad Fauzy Ramadhan